Humoris Namun Bengis, Itulah Anthony Jeselnik

Faramedia
6 min readDec 1, 2024

--

‘That’s pretty hard decision, how old is your baby?

Photo: Netflix

Tulang-tulang dan Semuanya, begitu kiranya terjemahan harfiah dari judul standup beliau: Bones and All. Tapi, makna sesungguhnya ialah ‘telanjang’ atau dalam bahasa kejinya ‘menguliti’. Tulang dan Semuanya adalah simbol sisaan dari sebuah bangkai yang sudah habis dimakan material bumi. Atau berserak setahun sekali di momen qurban. Anthony menelanjangi semua komedi kejamnya tanpa batasan. Sampe ke tulang!

Standup ini mungkin ia jadikan ‘anniversary non anniversary anniversay’ 20 tahun dirinya berkarier di dunia stand up comedy. Anthony menggelar tour standup berjudul Bones and All sebagai perayaan yang tidak ia tunjukan bukan sebagai kebahagiaan, namun malah ketidakpedulian.

Pedih mulutnya, bengis tanpa nampilin sisi humanis, dan jokes yang bikin linu sendi sampe pusing — Goddd that joke killin’ it. Di bit-bit awal ia bercerita tentang seorang trans yang tersinggung dengan closing bitnya di panggung lain. Tanpa ragu, dua kata lucu pops up in my head ketika menulis kalimat barusan: ‘bencong ngambek’.

‘You gotta change that joke’ kata si yang entersinggung. Anthony menuruti kemauannya. Alih-alih mengganti jokenya, ia malah mengubah urutan pelontarannya saja. Joke itu harusnya ditempatkan di akhir, ia ubah jadi di awal. Nyebelin, memang. Plus, ia malah mempertebal jokes tentang LGBT itu di panggung ini sehingga titik tawanya makin kencang dan semakin menunjukan sisi iblisnya. The opening minutes already felt wrong.

Setelah 20 tahun berkecimpung dalam dunia komedi, Anthony tidak banyak merubah set atau pun wardrobe yang ia kenakan. Menampilkan semiotika yang ‘Jeselnik banget’, a classic biker-style leather jacket with kaos polos, jeans, dan sepatu kulit. Matching his dark and polished comedic persona. Betul -betul membangkitkan asumsi bahwa ialah pria yang mendominasi. Gritty surgical precision. Lucu, tapi menggerutu. Every kids’ nightmare. Every parent’s nemesis.

Sosok Anthony yang sangat tidak family friendly ia utarakan tanpa tertekan. Mengatakan bahwa ia tak suka anak kecil, benci bisa dikatakan. Semua yang ada hubungannya sama anak kecil ia kuliti sampai terkesan seperti membunuh anak namun dalam imajinasi yang tergambar dari punchlinenya. Humor yang bila dikatakan dihadapan para ibu-ibu dengan newborn baby, pastinya itu akan jadi kalimat terakhir yang Anthony ungkapkan. Apalagi ngomongnya di depan ibu-ibu Sumatera. Selesai tuh Anthony.

O Anthony, the villain from Pennsylvania — telling jokes to explore the darker, often uncomfortable areas. Gallow humor without say hello. O Anthony says no mercy. Trans, kids, and murders are the objects. Not once in a while he talks about narcotics. O Anthony, killing sanity by joking. Left people laugh before pain. Teling the rawest jokes — no need second thought. Pushing the uncomfortable situation to be laughed at and enjoyable. The fuel of hell, that is Anthony.

To be honest, I was more ‘huaaaaaaaaaaa’ than ‘hahahaha’ watching his latest comedy special. The first tweny minutes already drowned me to pieces. Rheumatic comes after laughter. Pain in the ass he covers it by the beautiful wordplay. S+V+Dark+O+Punchline that is his formula.

Komika ini mungkin terkenal dengan verbalnya dan mungkin tak sedikit yang mengklaim bahwa dia komika tanpa act out. Menurut saya, dia komika yang malah full act out. Mengapa? Telling that kinda jokes can’t be working without his persona. And his persona is that he acted little — helped by his side eye that stares very hard. Make he sees more like a serial killer with great sense of humor. That little act out he does every minute gain him thousands aura. Pushed the audience to break their boundaries. Laughs and all.

That’s the act out man, that it is. Tanpa permainan leher ataupun lototan mata, mungkin ia hanya bapa-bapa umur 45 tahun yang so ngebecandain bencana di pos ronda. Nada bicara disesuaikan, pun juga cara memegang mic yang meyakinkan. Aura iblisnya tak habis-habis. Sombong namun mencipta tawa, saya pun heran hendak mendeskripsikannya. Seakan di atas panggung ia berkata pada penonton ‘I’ll kill you all tonight, bitches…’

Oh iya, one more thing. Anthony’s beard gives his look more trustable. Membuat dirinya semakin menekan penonton. Cercaan plus candaan sepertinya jadi kombinasi yang tepat buat mamang-mamang penggrutu umur 45 ini. Meski dalam Thoughts and Prayers tahun 2015 ia mahir dalam menghilangkan hati nurani manusia tanpa janggut penjahatnya. Namun, saya lebih suka personanya di dua spesial terakhir, janggutnya lah yang bikin itu semua terasa sangat mengerikan.

Lanjut ke performa. Yang saya suka dari performa Anthony di Bones and All ini: bagaimana ia merangkai kata dan memainkannya. Memadukannya menjadi kalimat utuh lalu membangun asumsi. Semakin rapi kalimat yang ia ucapkan berbanding lurus dengan terbangunnya theater of mind penonton.

Sudah terbangun imaji penonton? Di situ lah satu, dua kata dari Anthony masup untuk menghancurkan jalan cerita. Tak sedikit juga penonton terlambat tertawa untuk mencerna apa yang baru saja mereka dengar sebelumnya. Kalo di Indonesia, komika yang menghasilkan tawa terlambat itu adalah Frimawan. Prince of Mindblowing Comedy.

Anthony Jeselnik ini, di kepala saya, bila boleh dibandingkan, adalah kombinasi sempurna Frimawan dan Abraham Tino. Komika underground asal Jogja. Secara delivery dan penulisan, Anthony lebih condong ke arah Frimawan yang absurd, wordplay, dan one liner comedy. Tak sesekali juga pake paradox and formula in and out dalam susunan kalimatnya. Penonton dibikin bodoh keliatannya. Sering juga mereka berkata di atas panggung ‘ada yang gak ngerti jokes tadi?’ Seakan yang tertawa cuma penonton yang ber-iq tinggi. Padahal, iya.

Secara komedi jelas Abraham Tino. Komika super gelap sang raja bawah tanah dengan sapaan akrab Abe ini punya komedi persis sama kayak Anthony. Gaya penampilan di atas panggung pun sama. Persona that really presents what hell is filled with people look alike. Si humor-horor-humanis-bengis yang mengupas luas genre kegelapan. Bila neraka ada sesi coffee break, pastilah mereka berdua selalu duduk berbarengan membicarakan kondisi neraka dan menertawakan kawanan lain yang masuk surga as a coward. Untugnya, bahasa Inggris Abe sangat lancar. Dengan begitu neraka jadi punya duo komika dengan warna sama untuk sekedar menghibur para malaikat yang lelah menyiksa karena dosa yang manusia buat di dunia.

The two comedians that serve arrogancy, harsh, and psychopathic energy on stage. Jika Abe punya bit menyakitkan tentang ‘bayi jelek’ maka Anthony punya bit menjengkelkan tentang ‘bayi dan sperm donor’. ‘It’s pretty hard decision, how old is your baby’. Saya spill sedikit punchlinenya. Set-upnya? No can do. Tapi itu bukan bit favorit saya. Bit favoritnya saya sepertinya tidak akan mungkin ditampilkan secara gamblang di sosial media yang mana demografinya dipenuhi orang-orang sumbu pendek. Bitnya tentang pregnant woman. Udah, segitu aja deskripsinya, dua kata cukup. Kata-kata wanita hamil saja sudah sangat menunjukkan bahwa Anthony menghajar larangan punching down yang sering masyarakat sebut.

Balik lagi ke segi penulisan, sedikit banyaknya diri ini sudah menduga ke mana arah punchlinenya. Namun, dengan diksi yang keji membuat kepala tetap geleng-geleng, rahang terbahak-bahak, dan juga tangan yang bertepuk tanpa henti. Anthony had given a fantanstic experience with his magical skills — creating an undisputed bastard material.

Bertumbuhnya materi beliau sangat membuktikan kalau pengalaman 20 tahun memang tak bisa diragukan. Saya menikmati pertunjukkannya walau ketika ia menyebut nama seseorang atau istilah barat, sesekali saya harus berhenti dan mencari di Google agar mengetahui konteksnya. Closing bitnya mirip-mirp seperti closing bitnya Natural Born Killer by Jimmy Carr. Dua orang ini rasanya tidak mungkin menggunakan set up yang panjang atau storytelling. Mereka lebih ke formula one liner khas Frimawan yang timing sangat cepat menuju ke punchline. Anyway, Frimawan juga mau storytelling, ya katanya di comebacknya nanti? Excited.

Anthony memberanikan diri dengan menarik lebih dalam asumsi penonton. Seperti Jimmy Carr, keduanya membikin penonton menunggu-nunggu ‘di mana mereka akan menghancurkan kami?’ Anthony closes his show with perfect ending. Well prepared, spoken, and written. Not so long story if you compare him with Dave Chappelle or Chris Rock. But it’s long enough cus it’s Anthony. A fastest killer. Telling jokes about narcotics as to close a hot show is perfection (if Chandler Bing says). Bones and All, benar-benar komedi pekat yang memaksa penonton tertawa sampe ke tulang.

Faramedia, writer not killer

--

--

Faramedia
Faramedia

Written by Faramedia

The hillarious writer who now sits in college and having dream swinging around city with Spider-Man. | Ig: by.fara_ X: faramediaa

No responses yet