COMIKAZE: Syaiton yang Terbelenggu, Godaan dari Para Komika yang Lolos Belenggu Bulan Suci
Orang mah jam 8 masih teriak “amin” inimah malah “haha hihi”
Comikaze, namanya diambil dari sebuah istilah perjuangan para tentara Jepang di perang dunia II yang rela mati demi mempertahankan militer dan negaranya; kamikaze. Comika.id sang promotor acara ini mengambil istilah kamikaze dan mengubah namanya menjadi Comikaze dengan tagline: rela mati demi komedi.
Panggung ini adalah panggung “seram” nya para komika tanah air yang disuruh membawakan materi yang bukan lagi pinggir jurang melainkan sudah masuk ke jurang dan menyelaminya lebih dalam. Di panggung ini, baik penonton maupun komika yang tampil, semuanya berhak tertawa lepas dan memperjuangkan hak-hak mereka dalam kebebasan berkomedi. Komedi yang sebenarnya tidak punya batas, baik batas norma atau agama. Semua hanya tergantung para pelaku yang membawakannya; berani atau tidak? Atau tergantung juga pada penontonnya; berani menertawakannya atau tidak?
Di panggung Comikaze edisi Ramadhan (15/3) ini, Comika.id memberikan judul yang sesuai dengan nuansa yang sering kita dengar bila memasuki bulan Ramadhan yakni Syaiton yang Terbelenggu. Enam komika dengan wajah yang tidak terlalu good looking tampil membawakan materi yang bila dibawakan di atas panggung on air maka jelas jeruji besi menjadi tempat mereka.
Acara Dibuka oleh dua MC yang terkenal dengan kontennya yang selalu menyindir kalangan anak muda Jaksel dan skena coffee shop: Oza Rangkuti dan Sastra Silalahi. Oza (kiri) yang mengenakan seragam polisi ketika membuka acara membuat para penonton heran karena ia seperti menggunakan baju yang tidak sesuai dengan tema. Lalu partner emsi nya seakan mewakili semua pertanyaan penonton tadi. Sastra memulai tek-tok an komedinya dengan Oza dengan memberi pertanyaan: “inikan judulnya Syaiton yang Terbelenggu, kenapa lo pake baju polisi, ini mah kagak ada setan-setannya ini. Setannya di mana?” Tanya sastra. Oza menjawab sekaligus memberikan punchline selamat datang kepada para penonton yang mungkin baru pertama kali hadir di acara kematian ini.
“Loh ini kan justru bajunya orang-orang yang kelakuannya pada kayak setan.” Timpal Oza menanggapi tek-tok an partner seperjuangannya di dunia per-efyepe an itu. Itu adalah jokes pembuka dari Comikaze ini dan cuma contoh kecil dari jokes-jokes gelap dari para penampil yang bisa membuat dada dan lutut kita linu-linu ketika mendengarnya. Selamat datang di Comikaze para kaum rela gak tarawih demi komedi.
Acara dibuka oleh komika lokal yang tidak terlalu terdengar namanya di kancah nasional. Dicky Mangai, membawakan materi absurd-observasi dengan punchline utamanya yakni: “kenapa orang gila yang telanjang titinya pada gede-gede?” Materi observasi yang sebetulnya tidak usah kita dengar ini ia bawakan lebih jauh dan menghasilkan tawa pembuka panggung ini.
Selanjutnya, komik kedua asal Bantar Gebang yaitu Egi Haw membuka penampilannya ala ustad yang sedang membuka ceramah tarawih lengkap dengan peci di kepalanya. Ia membahas materi agama yang sekaligus menjadi keresahannya kalau tuhan telah menciptakan bau surga itu sama seperti bau mulutnya orang-orang yang sedang berpuasa. Ia memberikan punchline pertanyaan “kalau begitu ngapain kita masuk surga kalo misal bau nya sama kayak bau mulut mah?” Bukan cuma agama, ia juga memberikan bahasan komedi yang dimulai dari premis “orang-orang bodoh yang ia kenal di lingkungan rumahnya”. Di dalam bitnya ia memberikan quote “sekosong-kosongnya orang, pasti ada isinya” yang membuat penonton bukan cuma “hahaha” melainkan “wahh” juga karena terkagum.
Komik ketiga yang tampil adalah sang juara 3 SUCI 7. Salah satu pengajar stand-up comedy di sekolah Pecahkan yang merupakan program kelas belajar stand-up comedy dari Comika.id, Dani Beler. Ia menyinggung para penonton yang hadir pada malam itu karena yang hadir nya banyak dari etnis Tionghoa padahal ini temanya Ramadhan dan bercerita tentang resahnya kehidupan setelah pernikahan yang ia alami.
Ke empat, komik ini adalah komik yang dapat ketawa paling besar dari penonton, paling keras tepuk tangannya, dan satu-satunya komik di malam itu yang mendapat standing applause dari penonton. Mukti Entut asal Jogja. Ia membawakan materi darknya dengan bahasa dan pembawaan yang halus sehingga tidak terasa seperti yang sedang mengolok-olok namun terasa seperti umat beragama polos yang mempertanyakan tentang tuhannya. “Tuhan dua, ini umatmu nitip doa nih” adalah punchline pinggir jurang yang ia bawakan dengan nada lembut dengan logat khas Jawa.
Dua komika terakhir dari panggung neraka ini adalah dua komika berambut keriting namun memiliki pesona komedi yang berbeda. Yang satu nya nonis yang satunya lagi malah berhasil bikin pasangannya jadi mualaf.
Marshel Widianto sebagai komika semi headliner yang menyuarakan dirinya sebagai satu-satunya penampil Kristen dan pelanggan film bokep. “Giliran Islam tadi aman-aman aja, kok giliran Kristen gini mic nya. Salah apa sih Kristen?” Begitu katanya ketika mikrofon yang ia pakai selalu eror ketika ia tampil. Marshel bercerita tentang bagaimana rasanya menjadi Kristen berwajah jelek di Indonesia. Berat.
Terakhir, Gilang Bhaskara, sang komik observasi atau komik “pintar” yang berhasil membuat istrinya berpindah haluan dari yang asalnya sang penyembah sapi menjadi umat yang menyembelih sapi ketika Idul Adha. Gilbhas, sapaan akrabnya memberikan jokes observasi tentang agama Islam dan hadis-hadis yang ia bawakan sehingga mempertebal pesonanya sebagai komik pintar dan kawanan melucu dengan riset.
Comikaze ditutup dengan applause yang sangat besar dari para penonton yang rela menukar pahala Shalat semalaman full dengan 2 jam tawa. Tak heran tagline acara ini adalah rela mati demi komedi. Panggung ini menunjukan semangat perbedaan dan kebebasan berkomedi di Indonesia. Siapa pun bisa ngebececandain apapun, asal tau resikonya. Dan panggung ini serasa menjadi pelindung untuk mereka yang memiliki pemikiran liar dan dark jokes-nya untuk bisa dibawakan dengan aman tanpa takut surat somasi datang di depan pintu rumahnya. Mereka juga mengajak dan berharap masyarakat kita bisa datang kemudian tertawa bukan datang kemudian tersinggung dari sebuah acara lawak.